Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi menjelaskan bahwa kebudayaan dalam arti sebagai semua karya, rasa, dan
cipta manusia dimilik oleh setiap masyarakat. Perbedaanya terletak pada
kemajuan dan kesempurnaan: kebudayaan masyarakat yang satu lebih maju atau
lebih sempurna daripada kebudayaan masyarakat yang lain di dalam perkembanganya
untuk memenuhi segala keperluan masyarakatnya. Biasanya, kebudayaan masyarakat
yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang lbih tinggi disebut
peradaban (civillzation).
Dalam
realitas, tidak selamanya yang dilakukan menunjukkan kebudayaan yang maju dan
sesuai dengan rencana atau cita-cita. Sebagai contoh adalah kehendak pemerintah
Republik Indonesia dengan Geralan Aceh Merdeka (GAM) atau Gerakan Separatis
Bersenjata (GSB), adalah damai. Akan tetapi, damai yang diprakarsai oleh HDC
(Hendry Dunant Center) dan Jepang mencapai jalan buntu, maka yang dipilih oleh
pemerintah RI adalah melakukan operasi militer terpadu dalam rangka
menyelesaikan konflik. Masalahnya adalah apakah perang termasuk kebudayaan yang
maju dan sempurna. Jawabanya tentu tidak. Akan tetapi, ilmu sejarah adalah ilmu
tentang perilaku manusia dari waktu ke waktu yang bisa menunjukan pada kemajuan
dan juga menunjukan pada kemunduran, maka pembahasan peradaban diarahkan pada
perilaku manusia secara individu dan kolektif yang didasari atas kemampuan
kognitif (berpikir) masing-masing anggota masyarakatnya.
Bagi
masyarakat yang sudah yakin akan kebenaran agama dan bepegang teguh pada
aturan-aturan yang ada dalam agama, ajaran agama sering kali dijadikan kaidah
dalam mengukur kebudayaan (apa yang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat).
Kebiasaan diterjemahkan menjadi adat (al- adat). Dalam ilmu kaidah fikih
ditetapkan bahwa adat dapat dijadikan sevagai perimbangan dalam menetapkan
hukum (al- adat muhakkamat). Karena ajaran agama yang dijadikan kaidah, utama
kemudian menemukan bahwa adat dapat dibedakan mejadi dua: kebisaan atau adat
yang sejalan dengan aturan agama dan kebiasaan yang bertentangan atau yang
sejelan dengan aturan agama. Kebiasaan yang sesuai dengan aturan agama disebut
dengan adat shanih (al- adat al- shanihat); dan kebiasaan yang tidak sejalan
dengan ajaran agama disebut adat rusak (al- adat al- fasidat). Mengukur benda
dengan liter dan timbangan adalah adat yang baik merupakan warisan dari
kebiasaan masyarakat Arab sebelum Islam; sedangkan judi, mabuk-mabuk, dan
lacur, adalah kebiasaan yang rusak menurut agama.
Dengan
tidak bermaksud menafikan para ilmuwan yang telah bekeja keras dalam
menjelaskan makna kebudayaan dan peradaban, kiranay dapat disederhanakan bahwa
perdaban adalah kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik kegiatan yang
bersifat fisik maupun kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik kegiatan yang
bersifat fisik maupun kegiatan nonfisik seperti merenung dan berpikir yang
dipandang bernilai tinggi (advanced) dalam kehidupan manusia.
Referensi :
DR. H. Jaih Mubarok, M. Ag., Sejarah Peradaban
Islam,Cetakan 1-8, Pustaka Bani
Quraisy, Bandung, 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar