Hubungan sipil-militer, oleh para analis militer, relatif
dapat diartikan berbeda-beda dengan segala variasinya sesuai dengan sistim
pemerintahan yang dijalankan. Perbedaan ini tidak hanya terbatas pada peran dan
pola daaari hubungan keduanya tetapi juga persepsi siapa militer dan sipil.
Perbedaan yang menyangkut peran dan pola hubungan keduanya yang bervariasi,
merupakan substansi dari pengkajian hubungan sipil-militer. Namun perbedaan
yang menyangkut siapa militer dan sipil tidak terlalu penting diperdebatkan,
tetapi lebuh merupakan penekanan tertentu terhadap masalah yang diteliti.
Dengan
mengacu tulisannya Elliot A. Cohen, Civil-Military
relation in contemporary world, Susilo Bambang Yudhoyono dalam makalahnya pengaruh international dalam hubungan
sipil-militer berpendapat bahwa
hubungan sipil-militer dapat berupa: 1) Hubungan militer dengan masyarakat
secara keseluruhan; 2) Lembaga militer dengan lembaga lain, baik pemerintahan
maupun swasta; 3) Para perwira senior dengan politisi dan negarawan.
Suhartono dalam makalahnya Hubungan sipil-militer tinjauan historiografi 1945-1998 pola, arah dan perspektif lebih menekankan bahwa hubungan sipil-militer adalah hubungan antara pihak militer dengan masyarakat politik yang direpresentasikan partai politik. Sedangkan Letjen TNI (Purn) Sayidiman Suryohadripojo dalam makalahnya Hubungan sipil-militer suatu pembahsan (kritik terhadap makalahnya suhartono diatas) berpendapat bahwa hubungan sipil-militer adalah hubungan antara pihak militer yang meliputi semua jenjang pangkat dalam organisasi tersebut dengan semua lapisan masyarakat tidak hanya masyarakat politik. Sedangkan Bagus A. Hardito dalam esainya yang berjudul faktor militer dan transisi demokrasi di indonesia berpendapat bahwa hubungan sipil-militer mencakup interaksi yang luas antara kalangan perwira profesional dengan berbagai segmen masyarakat.
Jika hubngan sipil-militer dilihat dari perbedaan siapa pihak sipil dan siapa pihak militer yang terlibat, maka substansi dari hubungan sipil-militer itu sendiri mempunyai pola dan peran yang berbeda pula. Tetapi juga ada hubungan yang bersifat kemitraan, kesetaraan, atau keselarasan (harmoni). Salah satu variabel penting dari persoalan hubungan sipil-militer adalah militer dan politik, yakni apakah militer terlibat dalam politik ataukah tidak? Berkaitan dengan itu, setidaknya tiga aliran pemikiran yang menjelaskan mengapa milliter cenderung terlibat dalam bidang non militer atau arena politik.
Suhartono dalam makalahnya Hubungan sipil-militer tinjauan historiografi 1945-1998 pola, arah dan perspektif lebih menekankan bahwa hubungan sipil-militer adalah hubungan antara pihak militer dengan masyarakat politik yang direpresentasikan partai politik. Sedangkan Letjen TNI (Purn) Sayidiman Suryohadripojo dalam makalahnya Hubungan sipil-militer suatu pembahsan (kritik terhadap makalahnya suhartono diatas) berpendapat bahwa hubungan sipil-militer adalah hubungan antara pihak militer yang meliputi semua jenjang pangkat dalam organisasi tersebut dengan semua lapisan masyarakat tidak hanya masyarakat politik. Sedangkan Bagus A. Hardito dalam esainya yang berjudul faktor militer dan transisi demokrasi di indonesia berpendapat bahwa hubungan sipil-militer mencakup interaksi yang luas antara kalangan perwira profesional dengan berbagai segmen masyarakat.
Jika hubngan sipil-militer dilihat dari perbedaan siapa pihak sipil dan siapa pihak militer yang terlibat, maka substansi dari hubungan sipil-militer itu sendiri mempunyai pola dan peran yang berbeda pula. Tetapi juga ada hubungan yang bersifat kemitraan, kesetaraan, atau keselarasan (harmoni). Salah satu variabel penting dari persoalan hubungan sipil-militer adalah militer dan politik, yakni apakah militer terlibat dalam politik ataukah tidak? Berkaitan dengan itu, setidaknya tiga aliran pemikiran yang menjelaskan mengapa milliter cenderung terlibat dalam bidang non militer atau arena politik.
Pertama, militer yang berbasis karakteristik organisasi militer
profesional barat seperti komando sentralistik, hirarki, disiplin, dan kohesip.
Kedua, militer
pretorian, yakni jenis militer
yang keahlian dan pengetahuan kemiliterannya tida terspecialisasikan. Orientasinya
mengarah ke pengabdian pada masyarakat dan negara secara bersamaan dengan
melalui kelompok politik dominan, suku atau klik militer, dan grup primodial.
Dan Ketiga,
milter revolusioner, yakni jenis militer
yang memiliki keahlian dan pengetahuan profesional yang ditujukan kepada
nilai-nilai sosial dan politik. Di indonesia, militer jenis ini juga kerap
disebut “militer perjuangan”.
Referensi :
Asep Sahid Gatara, Fh, M.Si dan Drs. H. Subhan Sofhian, M.Pd. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN(CIVIC EDUCATION). Fokusmedia. Cetakan kedua 2012. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar